Gak seperti Jakarta, di Jogja masih banyak becak dan sepeda tua berkeliaran di jalan. Untuk sepada sendiri, di Jogja disediakan jalur alternatif sepeda dan ruang berhenti sepeda di setiap lampu lalu lintas. Uniknya di Jogja, tukang becak di sini bisa berbahasa Inggris walau hanya "little-little I can" menurut gue ini merupakan suatu kemajuan yang lumayan bagi Indonesia. Di Jogja memang banyak ditemui turis asing yang terlihat sedang berpetualang mencari tempat-tempat yang bagus.
"Mister can you take me to malioboro?"
Perjalanan gue lanjutkan ke Jalan Malioboro. Di malioboro banyak ditemui pedagang cenderamata, asesoris, oleh-oleh, warung lesehan, dll. Sekedar info terkadang pedagang lesehan di sini suka melakukan "tembak harga" jadi bagi kalian yang ingin makan coba diteliti dulu warungnya, jangan sampai terjebak.Untuk harga cendramata di sini menurut gue standar, jadi kalo kalian jago menawar bisa dapat harga yang lebih miring. Jika kalian ingin membeli kaos kalian bisa dapet kaos dengan harga mulai dari Rp 15000,- s.d. Rp 30000,-. Untuk asesoris lain di sini banyak pedagang yang menjual tas, topi, gelang, kalung, perhiasan perak, dll. tentunya kalian harus berani menawar.
Kalian pasti pernah denger kalo kita ke malioboro belum pas rasanya kalo kita gak foto di plang jalan Malioboro. Plang jalan Malioboro terletak di ujung jalan Malioboro dekat Pasar kembang dan Stasiun.
Gaya dulu di Malioboro
Malioboro juga terkenal dengan musisi jalanannya. Musisi jalanan di sini beda banget dengan pengamen yang biasa kita liat di Jakarta atau tempat lain. Keunikan musisi jalanan malioboro itu ada pada alat musik yang dipakai, dan juga kreatifitas mereka dalam bermusik. biasanya penonton mereka itu banyak, dari yang muda sampai yang tua, dari rakyat biasa sampai pegawai negeri pun menikmati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar